"MUKA KITA INI BID'AH" BENARKAH?
Begitukah? Benarkah tuduhan tersebut? Atau hanya sekedar
“maling teriak maling?”
Sebaliknya, banyak golongan yang berteriak lantang
mengatakan dirinya adalah Ahli Sunnah Wal Jamaah 100%, seorang Sunni sejati,
dari atas kepala hingga ujung kaki, tapi ternyata amalan dan hatinya
menyelisihi sunnah.
“Hati
orang siapa tau? Jangan asal tuduh!” Benar, hanya Tuhan yang tahu hati seseorang.
Tapi bukankah sebuah teko hanya akan menuangkan apa yang ada didalam teko
tersebut? Jika berisi teh maka hanya akan mengeluarkan teh dan bukan susu atau
kopi bersianida malah? Begitupun hati, seberapapun dalam seseorang
menyembunyikan bangkai, bau bangkai tersebut akan tercium juga. Seberapa pun
pintar seseorang menyembunyikan jatidiri dan kemunafikannya, dunia bakal tahu
hal itu.
Maka
marilah membuka hati, biarkan kebenaran dan cahaya sunnah yang menerangi. Buang
jauh-jauh keangkuhan dan biarkanlah hati kita tunduk pasrah kebenaran.
Janganlah terbawa emosi kemudian mengeluarkan emoticon angry. Jikalau ada saudaramu
yang menasihati, dengarkan. Jika cara dia salah dalam menasihati, benarkan.
Bagaimana
mungkin saudara seimanmu yang mengingkari kebid’ahan suatu golongan dianggap
membenci. Rasa sayangnya yang tulus lah yang membuat mereka begitu. Kecintaan
atas sesama muslim membuat mereka begitu bersemangat untuk memperingatkan
bahaya saudara muslim lainnya agar supaya tidak terjerumus dalam jurang ganas
kebid’ahan.
Suatu
ketika Ummul Mu’minin Ibunda ‘Aisyah Radhiyallahu Anhu meriwayatkan sebuah
hadits. Mengajari anak-anaknya yang akan datang setelahnya, agar apa yang
beliau ajarkan menjadi pegangan mereka kelak dalam menghadapi ujian dunia ini,
dengan lembut dan penuh kasih beliau berkata:
قَالَ
رَسُوْلُ الله صلى الله عليه وسلم "مَنْ أحْدَثَ فِي أَمْرِنَا هَذَا مَا
لَيْسَ مِنْهُ فَهُوَ رَدُّ."
"Rasulullah Shallallahu Alaihi Wa
Sallam Bersabda: Barangsiapa yag membuat perkara baru (muhdats) dalam agama
kami, maka hal tersebut tertolak”
Hadits
ini adalah gharib mutlaq yaitu hanya diriwayatkan oleh ibunda ‘Aisyah
seorang. Riwayat Bukhari no. 2697 dan Imam Muslim no. 1718.
Mari
kita lihat penjelasan hadits tersebut diatas:
1.
Kalimat مَنْ أحْدَثَ (Man Ahdatsa..) “Barangsiapa
membuat perkara baru..” Adalah nakirah untuk mengeneralisir
segala perkara yang baru adalah bid’ah. Apapun itu, motor, mobil, pesawat,
facebook, dll. Jika kita menggunakan keumuman lafadz/kalimat hadits yang
sepotong ini, maka benarlah orang yang nyinyir dan mengatakan “kalo segala
sesuatu itu bid’ah, maka mukamu juga bid’ah.” Mari kita baca lafadz berikutnya
==>
2. فِي أَمْرِنَا (Fii Amrina..) “Dalam agama kami..’’ kemumuman lafadz
dengan bermacam kandungan tadi (motor, mobil, dll) terkecualikan dengan
penjelasan ini. Bahwa bermacam jenis perkara baru tersebut hanya dalam perkara
agama islam, baik I’tiodi maupun ‘Amali.
3. مَا لَيْسَ مِنْهُ (Ma Laisa Minhu..) “Yang
tidak termasuk dalam agama…” yaitu tidak sesuai dengan pokok maupun
tujuan dari ajaran agama islam. Seperti tidak adanya dalil dan hujjah yang
menguatkan pendapat dan amalan-amalan bid’ah tersbut. Dalil dan hujjah tersebut
hanya diserempet-serempekan untuk kemudian dicocoklogikan dan “BYARR” jadilah
bid’ah.
4. Yang dimaksud
dengan kebid’ahan dan bermacam jenis Muhdatsat tadi, ialah sesuatu
dimaksudkan ibadah kepada Allah. Yaitu merasa dan serasa tidak cukup dengan tuntunan ibadah yang telah Rasulullah
ajarkan kepada umatnya.
Seberapapun
khusyu’nya kita saat mengamalkan suatu kebid’ahan, seberapapun deru tangis dan
deras air mata kita mengalir, seberapapun kita terisak-isak, tertunduk khusyu’,
syahdu dan seakan menancap di hati. Maka sebegitu besarlah kebahagiaan syaitan
karena telah berhasil menyelewengkan manusia dari arus lurus, sebuah tali putih
bersih, sunnah Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam.
Jika hanya menangis, bukankah nyanyian pun bisa membuat
seseorang menangis, bahkan seseorang bisa begitu nangis terisak karena ga
sanggup bayar hutang. J
Komentar
Posting Komentar