Indahnya Ittiba' dan Buruknya Ibtida'
Mutiara Pokok Ahli Sunnah Wal
Jama’ah
Alhamdulillahilladzi bini’matihi tatimmus shalihat,
wasshalatu wassalamu ‘ala khairil anbiya wal mursalat, wa alihi wa sahbihi wa
ba’du.
Tulisan ini kami sadur dari kajian ustadz kami al Fadhil
Ahmad ‘Izza Abu Hammam dari kajian beliau dalam membahas Enam Mutiara Pokok
Ahlu Sunnah Wal Jama’ah dari kitab yang sangat berharga
karya Fadhilatus Syaikh
Abdul Malik Ar Ramadhani dengan judul asli Sittu Duror Min Ushuli Ahlil Atsar.
Didalam memahami kondisi umat yang ada saat ini, maka harus
dipahami dengan apa yang telah diberikan dan diwariskan oleh Rasulullah dan
para Sahabatnya. Atas dasar ini, siapapun yang menyimpang dari apa yang telah
diwariskan oleh Beliau, berarti dia telah menyimpang dari jalan yang lurus,
jauh dan dekatnya, sesuai dengan jauh dan dekatnya penyimpangan tersebut. Oleh
karena itu harus kita yakini, bahwa satu-satunya manhaj dan methode,
satu-satunya pemahaman yang benar ialah manhaj salaf, yaitu cara beragama para
Salaf dari Rasulullah dan para Sahabatnya.
Sekalipun manhaj tersebut banyak diragukan orang-orang hari
ini, namun pada hakikatnya mereka tidak bisa untuk membantah. Dunia ini sudah
mengakui hal tersebut, bahkan pengakuan itu datang dari Allah, kemudian dari
Nabi Al Musthafa, juga dari ijma’ bahwa satu-satunya cara yang yang pasti dan
tepat, dan bukan sebagai alternatif yang hanya digunakan disaat genting sebagaimana
tidak ada rotan akar pun jadi, tapi karena memang hanya inilah satu-satunya
yang harus dipilih dan dititi.
Sehingga Allah memuji mereka, dengan amal mereka, dengan
pemahaman mereka, dengan dakwah mereka, dengan parjuangan mereka. Sehingga
Allah menurunkan nikmatnya yang paling agung, dengan turun kepada mereka
firmanNya:
(المائدة:3) اليوم أكملت لكم دينكم و أتممت عليكم نعمتي و رضيت لكم الإسلام دينا
Maka manhaj yang agung dan mulia ini tidak butuh dan tidak
perlu dikoreksi, dibanding-bandingkan, ditambah atau pun dikurangi. Karena
tidak ada dimuka bumi ini hukum dan syariat yang lebih sempurna, dari apa yang
datang dengannya Rasulullah.
Maka sungguh sangat disayangkan dari sebagian kalangan yang
mencari bekal dan pedoman untuk hidup, diluar apa yang dibawa Rasulullah dari
sunnah-sunnah beliau, dengan dalih perbandingan. Padahal pemikiran tersebut
jauh dari sesuai dari apa yan tertera dalam hukum Allah dan Rasulnya.
Jika kita sudah acuh dengan manhaj dan methode para Salaf.
Lantas beragama sesuai ego pribadi, baik dengan bersandar kepada pemikiran kita
sendiri, ataupun pemikiran tokoh yang kita idolakan tanpa mencocokan dan
mensesuaikan adakah hal itu ada pada apa yang dibawa Rasulullah. Lalu Allah
murka dikarenakan penyelisihan kita terhadap RasulNya, kemudian menimpakan
bermacam musibah kepada kita, hal itu adalah karena kesalahan hamba tersebut.
Pada kala itu, maka alangkah butuhnya umat ini terhadap suatu
yang jelas dan gamblang dihadapannya, inilah jalan kebenaran, yang tidak ada
penyimpangan padanya, yaitu jalan dan manhajnya para Salaf yang dikabarkan oleh
Allah didalam kitabnya:
و
السابقون الأولون من المهاجرين و الأنصار....إلىخ (التوبة : 100)
Pada ayat ini, bagaimana Allah menjelaskan bahwa hanya ada
dua golongan yang diakui dan dipuji olehNya.
§ - Yang pertama
ialah generasi qudwah atau tauladan
§ - Sedang yang
kedua ialah generasi Pengikut atau tabi’.
Fase pertama adalah generasi para Sahabat sebagai generasi qudwah.
Maka siapapun yang datang setelah Sahabat harus mengikuti dan mencontoh para
Sahabat, dan siapapun yang menyelisihi mereka sungguh telah menyimpang, jauh
dan dekatnya, sesuai dengan jauh dan dekatnya penyimpangan tersebut. Hal itu
karena para Sahabat adalah golongan yang telah mendapatkan rekomendasi dari
Allah.
Sedang generasi setelah Sahabat disebut Tabi’in atau generasi
pengikut, dan generasi setelah para Tabi’in disebut Tabi’ Tabi’in yaitu
generasi yang mengikuti para pengikut. Kenapa hal tersebut perlu disebutkan?
Hal itu karena para Tabi’ dan Tabi’ Tabi’in memang benar-benar mengikuti dan
mencontoh para Sahaba, tanpa mengurangi dan menambahi, tanpa memperbaiki atau
mengoreksi. Sehingga datanglah pujian mulia dari Rasulillah terhadap generasi
setelah beliau:
خير الناس قرني, ثم الذين يلونهم, ثم الذين
يلونهم.
Atas dasar hal tersebut, maka pemahaman, pemikiran dan manhaj
kita harus disesuaikan dengan pemahaman dan manhajnya para Sahabat dan
Pengikutnya. Karena jika kita meyakini suatu keyakinan, suatu pemikiran atau
mengamalkan suatu amalan, yang itu tidak dicontohkan baik oleh Rasulullah, para
Sahabatnya, dan tidak pula para Tabi’ dan Tabi’ Tabi’in. Lantas apa dan siapa
yang kita contoh?
Hal ini disebut ikhlashul mutaaba’ah yaitu murni dalam
ittiba’ atau mencontoh dan mengikuti. Dan merupakan pokok dan poros yang
berputar diatasnya pondasi agama ini. Baik dalam ibadah dan tauhid kepada
Allah, ataupun dalam ittiba’ dan mengikuti sunnah Rasululah.
Dalam hal ibadah dan tauhid, yaitu benar-benar ikhlas dan
memurnikan tauhid kepadaNya dengan tidak menjadikan apapun selainNya tandingan
dan sesembahan yang lain. Karena siapapun yang telah berbijak pada pokok
tersebut akan Allah jamin baginya surga:
من قال لاإله إلا الله خالصا من قلبه دخل
الجنة.
Siapapun yang telah mengucapkan hal tersebut, maka ditetapkan
baginya hak-hak baginya. Sehingga tidak diperbolehkan bagi kita untuk
bermudah-mudah mengkafirkan dan melepas hak-haknya. Karena termasuk poko Ahli
Sunnah Wal Jama’ah ialah tidak
bermudah-mudah dalam hal takfir, kecuali dalam perkara yang telah jelas hukum
kafir baginya, baik dari Allah ataupun Rasulnya. In Sya Allah berlanjut
Komentar
Posting Komentar