Lima Langkah Menjadi Duta Dakwah
Fitnah dan cobaan
di akhir zaman ini begitu kental dan nyata. Hitam pekat seperti malam gulita
hingga kita terlelap dibuainya.
Banyak yang tidak tahu bahwa keimanan kita
setiap hari selalu terkikis hampir habis oleh segala tingkah laku kita.
Terlebih generasi muda kita yang semakin jauh dari agama. Dengan segala macam
sarana dan era teknologi yang begitu membanjiri para remaja dan pemuda kita.
Mengalir deras membawa segala macam peradaban dan budaya barat yang terkesan
bebas, brutal, dan tanpa aturan.
Dengan mudah kita
dapati di media-media sosial segala macam jenis pembodohan dan bentuk
keterbelakangan iman lainnya. Begitu cepat informasi dan konten-konten bejat
tersebut menyebar luas dikalangan masyarakat kita, di negara dengan populasi
muslim terbesar di dunia. Tanpa ada yang berani untuk bertanggung jawab dan
mengingkarinya. Semua diam tanpa aksi dan beramai-ramai menikmati. Orang tua,
guru, pejabat, semuanya seperti mati
suri.
Dampaknya pun
begitu nyata bagi generasi kita. Betapa tidak? Bahwa cara berfikir anak SD
kelas satu saat ini sama dengan anak SMP kelas tujuh sepuluh tahun lalu.
Artinya secara fisik mereka memang jauh di bawah umur, namun secara mental dan
kejiwaan serta akal fikiran, mereka telah jauh melangkahi bentuk tubuh mereka.
Banyak sebab memang. Salah satunya ialah penyebaran informasi kita yang
terhitung kelewat batas. Hingga menimbulkan bermacam dampak sosial yang begitu
mengkhawatirkan. Kebebasan pers yang begitu mempengaruhi gaya hidup, berakibat
pada pergaulan bebas dan degradasi moral yang sangat akut.
Beberapa orang tua
khawatir dengan kondisi pergulan saat ini. Bermacam solusi mereka upayakan
untuk kebaikan anak-anak mereka. Boarding School, Home Schooling, hingga
menyerahkan buah hati ke yayasan-yayasan pendidikan. Dengan i’tikad bahwa anak
mereka akan terjaga dan dibina dengan budi pekerti dan adab yang baik.
Hal tersebut
karena generasi muda mempunyai andil yang begitu besar untuk merubah,
memperbaiki, atau sekedar mempertahankan kondisi dan keadaan bagi lingkungan
maupun agamanya. Sejarah membuktikan itu. Sebutlah Ashabul Kahfi yang
menyembunyikan keimanan mereka dari penguasa kafir kala itu. Mereka adalah
pemuda-pemuda yang rela meninggalkan kehidupan nyaman mereka demi keimanan.
Begitu pula generasi para sahabat Nabi. Ali bin Abi Thalib adalah seorang anak
kecil ketika menerima Islam. Bagaimana seorang Abdullah ibn Umar telah mengabdi
di medan jihad sejak berumur lima belas tahun, bagaimana Abdullah bin Abbas
muda diangkat oleh Umar sebagai Ahlu Syura bersama para sahabat senior
lainnya. Bagaimana As-Syafi'i menjadi seorang qadhi sedang kala itu ia
belum genap dua puluh tahun. Bagaimana An-Nawawwi kecil lebih memilih belajar
daripada bermain dengan teman seusianya, sehingga dengan pengorbanan besarnya
tersebut di akhir hayatnya ia mampu melahirkan karya agung dalam madzhab Syafi'i
yang terkenal dengan nama Al-Majmu'. Juga sebagaimana dikabarkan dalam hadits riwayat Muslim
no.2938 seorang anak muda dengan gagah dan lantangnya berteriak dihadapan
Dajjal yang kemudian membelahnya dan menghidupkannya kembali, namun yang ia
katakan adalah “Saya semakin yakin bahwa engkau adalah Dajjal yang dikabarkan
oleh Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam.” Atau seorang pemuda pada kisah Ashabul Ukhdud
yang juga diriwayatkan oleh Imam Muslim no.1322-1326 yang dengan izin Allah ia
berhasil menyelamatkan satu penduduk kota dari kekafiran.
Itulah beberapa
pelajaran yang kita dapatkan dalam lembaran-lembaran sejarah orang-orang
terdahulu. Sebagai contoh untuk generasi muda kita, sehingga mereka terdorong
untuk berbuat sesuatu yang bermanfaat bagi agama dan lingkungan mereka.
Nabi Shlallallahu
Alaihi wa Sallam begitu sayang kepada umatnya. Banyak wasiat dan nasihat beliau
yang terukir manis di dalam riwayat-riwayat hadits. Beliau Shallallahu
Alaihi wa Sallam bersabda:
ﻻ تزول قدما عبد يوم القيامة حتى يسأل عن أربعة :عن شبابه
فيما أبلاه، وعن عمره فيما أفناه، وعن ماله من أين اكتسبه وفيما أنفقه.
“Tidak akan
bergeser kedua kaki seorang hamba pada hari kiamat sehingga ia ditanya atas
empat hal; Atas masa mudanya kemana ia pergunakan? Atas umurnya bagaimana ia
habiskan? Dan atas hartanya dari mana ia dapat dan kemana ia habiskan?” (HR.
At-Tirmidzi)
Maksudnya ialah
bahwa kita harus menggunakan masa muda kita seoptimal mungkin untuk meraih
kebaikan. Tentu kita tergugah dengan isi hadits dan beberapa kisah diatas. Terlebih
seorang pemuda adalah pewaris cita-cita leluhurnya, di pundaknya terpikul
sebuah tanggung jawab besar yang harus ia tunaikan. Yaitu mengemban dakwah
Islam.
Maka dengan
beberapa gambaran di atas dan juga kekhawatiran penulis atas apa yang terjadi
terhadap remaja dan pemuda kita. Penulis ingin sedikit memaparkan beberapa kiat
bagi para pemuda untuk menjadi pribadi yang bermanfaat, terkhusus bagi dakwah Islam.
Semoga menjadi penenang atas kekhawatiran penulis dan beberapa orang tua yang
masih peduli akan kebaikan anak-anaknya. Sekaligus sebagai penyemangat dan
motivasi para pemuda dan remaja untuk terus meningkatkan peran dalam
perkembangan dakwah Islam.
Berikut beberapa langkah
yang penulis sarankan bagi generasi muda dalam dakwah Islam:
Langkah Pertama:
Solid Sebagai Pemuda Masjid
Masjid dalam Islam
memiliki fungsi yang begitu agung. Masjid merupakan tempat dimana manusia
beribadah dan berkumpul. Dahulu masjid berfungsi sekaligus sebagai tempat untuk
menimba ilmu, meriwayatkan hadits, dan mempelajari Al-Quran. Banyak ulama-ulama
terkenal yang belajar dan menimba ilmu di masjid. Imam Hasan Al-Basri mengajar
di masjid, Imam Ahmad meriwayatkan hadits di masjid, bahkan Imam Al-Bukhari
menulis kitab shahih beliau di masjid.
Begitu pula masjid
di zaman kita, sebagian masih berfungsi sama. Di Eropa, kaum muslimin
mempelajari Islam dan mendalami Al-Quran di masjid atau di Islamic Center. Begitu
pun masjid-masjid besar di beberapa negara, selain digunakan untuk shalat juga
difungsikan sebagai madrasah untuk mempelajari agama Islam.
Namun fungsi
tersebut belum benar-benar terealisasikan di sebagian besar masjid-masjid di
Nusantara. Padahal jumlah masjid di negara kita begitu banyak, beberapa desa
bahkan memiliki lebih dari tiga masjid besar, belum ditambah dengan jumlah
mushalla-mushalla kecil yang terletak di tiap-tiap RT. Bahkan tidak jarang kita
jumpai dua masjid besar saling berdampingan dan hanya terpisahkan oleh jalan
raya.
Tetapi sangat
disayangkan, dengan jumlah masjid yang begitu banyak tersebut, ternyata banyak pula masjid yang tidak berfungsi
sebagaimana mestinya. Beberapa hanya digunakan untuk shalat jamaah maghrib dan
isya'. Setelahnya sepi, tak ada satu pun jamaah yang datang untuk shalat. Atau
jika masjid tersebut memang digunakan untuk shalat berjamaah lima waktu, maka
jumlah yang datang tidak lebih dari hitungan jari. Ironis memang dan yang lebih
ironis bahwa tidak ada satu pun pemuda yang datang untuk shalat berjamaah.
Mayoritas adalah orang yang sudah berusia lanjut dan berumur. Jarang kita
dapati seorang pemuda yang rajin dan giat shalat berjamaah di masjid. Jangankan
berfungsi sebagai tempat mendalami agama Islam, jika ternyata adzan shalat saja
jarang berkumandang.
Disinilah
kesempatan bagi para pemuda Islam untuk menunjukkan kiprahnya dalam dunia
dakwah. Bisa dimulai dengan bergabung dan aktif sebagai takmir dan anggota
RISMA masjid. Menghidupkan kembali shalat-shalat jamaah yang dulu lengang dan
sepi sehingga kembali dipenuhi dengan para jamaah yang hendak beribadah.
Membuat jadwal kajian mingguan bagi para jamaah dengan menghadirkan pemateri
yang mumpuni. Sehingga fungsi masjid yang juga sebagai madrasah kaum muslimin
akan tampak dan tidak akan kita jumpai kembali masjid -masjid yang sepi dari
para jamaah.
Kenapa harus para
pemuda? Jawabnya ialah karena para orang tua tersibukkan dengan keluarga
mereka, dengan kerja dan dunia mereka. Sehingga para pemuda yang harus berperan
aktif dalam melestarikan dakwah Islam, terkhusus mengembalikan dan melestarikan
fungsi masjid. Bukankah Rasulullah Shallahllahu Alaihi wa Sallam
menjamin bagi seorang pemuda yang tumbuh dalam ibadah kepada Allah dan
orang-orang yang hatinya terikat dengan masjid, bahwa mereka akan mendapat
naungan bersama tujuh golongan lainnya dimana tidak ada naungan pada hari itu
selain naungan Allah Subhanahu wa Ta'ala. Rasulullahu Shallallahu
Alaihi wa Sallam bersabda dalam haditsnya:
سبعة يظلهم الله في ظله يوم ﻻ
ظل إﻻ ظله
...........وشاب نشأ في
عبادة الله و
رجل قلبه
متعلق بالمساجد.
“Ada tujuh
golongan yang akan mendapatkan naungan di hari tidak ada naungan selain naungan
Allah 'Azza wa Jalla...: Diantaranya ialah seseorang pemuda yang tumbuh dalam
ibadah kepada Allah dan seseorang yang hatinya terpaut dengan masjid.” (HR.
Muslim no.1031)
Maksudnya ialah,
sebagaimana penjelasan Imam Mubarakfuri dalam Syarah Tirmidzi; “Penyebutan
pemuda dalam hadits, karena para pemuda cenderung bebas dalam kehidupan mereka
dan mudah terpengaruh oleh hawa nafsu mereka. Namun mereka lebih memilih untuk
hidup dan tumbuh dalam ibadah yang tentunya membutuhkan perjuangan yang sangat
berat.” (Syarah Tirmidzi 7/57)
Lantas kemana para
pemuda Islam hari ini? Apakah telah tersibukkan dengan berbagai
pertandingan-pertandingan bola? Atau konser-konser musik? Atau perkara haram
lainnya? Sehingga lupa atas keutamaan-keutamaan dan janji Allah tersebut.
Langkah Kedua: Pemuda
Dakwah di Sekolah
Lahan dakwah
selalu terbuka lebar bagi orang yang mau bersungguh-sungguh dan bersabar.
Banyak orang melakukan bermacam cara untuk bisa berkontribusi dalam
perkembangan dakwah Islam. Tak terkecuali para pemuda dan remaja yang saat ini
sedang duduk di bangku sekolah atau perkuliahan. Bahkan kampus dan sekolah
merupakan lahan subur untuk menyebarkan dakwah Islam.
Beberapa pemuda
merasa malu untuk berdakwah. Entah karena takut dianggap kampungan, ketinggalan
zaman, dan julukan lainnya. Tetapi memang seperti itulah dakwah, penuh dengan
aral dan onak yang merintangi. Jika kita merasa minder dan kurang
percaya diri untuk berdakwah secara individual, kita bisa bergabung dengan
organisasi-organisasi sekolah yang memang dikhususkan untuk kegiatan ekstra
keagamaan.
Sekolah-sekolah
Menengah Atas memiliki lembaga dan kegiatan-kegiatan ekstra yang disediakan
untuk meningkatkan kualitas keagamaan para siswa. Salah satunya ialah ROHIS.
Anggota-anggota ROHIS adalah para siswa dan siswi sekolah masing-masing. Mereka
memiliki banyak kegiatan keagamaan dan dakwah bagi para anggota dan keluarga
sekolah secara umum.
Seorang pemuda
harus aktif untuk mendapat sambutan dari lingkungannya. Tidak ada salahnya
untuk bergabung dan menjadi anggota Kerohanian Sekolah. Selain menambah kepercayaan
diri kita sebagai aktifis dakwah, manfaat lain ialah bertambahnya relasi dan
kenalan. Dengan bertambah kenalan tentu akan memudahkan kita dalam jalan dakwah.
Disinilah
kesempatan para pemuda untuk menunjukkan kiprahnya dalam dakwah. Dengan
bergabung sebagai anggota ROHIS tentu banyak agenda yang akan dilaksanakan.
Membentuk kelompok-kelompok diskusi ilmiyah keagamaan, mencanangkan gerakan Sadar
Jilbab bagi siswi perempuan, menjadi motor penggerak dalam agenda Istirahat
Dhuha bagi teman-teman, dan lain-lain dari kegiatan yang bisa direncanakan.
Dan tentu
merupakan pemandangan yang menyejukkan mata jika di sekolah-sekolah akan kita
dapati masjid penuh dengan para siswa yang sedang menjalankan shalat dhuha saat
istirahat atau para siswi yang mulai sadar akan kewajiban jilbab, sehingga
tidaklah tersisa satu siswi pun yang beragama Islam kecuali ia berjilbab.
Semoga para pemuda
ROHIS khususnya, mampu membawa perubahan walau sedikit kepada sekolah-sekolah
yang ada di negeri kita. Dan jika semua pemuda bersungguh-sungguh dalam
mendakwahkan agama dan hukum Islam, tentu bukan sesuatu yang mustahil,
cita-cita agung tersebut dapat dilaksanakan. Amin.
Langkah Ketiga: Berprestasi
Sebagai Guru Ngaji
Dalam sebuah
hadits yang dibawakan oleh sahabat Amr ibn Maimun bahwa Rasulullah Shallallahu
Alaihi wa Sallam bersabda:
اغتنم خمسا قبل خمس :شبابك
قبل هرمك، وصحتك قبل سقمك، وغناك قبل فقرك، وفراغك قبل شغلك، و حياتك قبل موتك.
“Pergunakanlah
lima perkara sebelum datang lima perkara; Masa mudamu sebelum waktu tuamu,
waktu sehatmu sebelum datang sakitmu, masa lapangmu sebelum kesempitanmu, waktu
kosongmu sebelum kesibukanmu, dan hidupmu sebelum datang kematianmu.”(HR. Hakim
dalam Al-Mustadrak 4/341)
Islam sangat
menganjurkan kepada umatnya untuk selalu berbuat baik dan beramal shalih.
Siapapun itu. Tua-muda, miskin-kaya, pejabat-rakyat. Semuanya bertanggung jawab
atas dirinya masing-masing untuk selalu berbuat dan beramal shalih. Terlebih pada
masa muda di mana jiwa masih sehat, raga kuat dan semangat yang berkilat-kilat.
Para muda harus
pandai dan bisa mengatur waktunya dengan baik. Mampu membedakan antara
angan-angan yang berupa mimpi dengan kehidupan nyata yang penuh prestasi.
Masyarakat sangat membutuhkan contoh nyata dalam kehidupan mereka. Butuh sebuah
tindakkan untuk membuktikan bahwa pemuda memang berguna dan dibutuhkan dalam
ranah sosial. Bukan sekedar angan-angan yang hanya berputar di kepala, atau
motivasi hebat dan kata-kata yang membara.
Salah satu contoh
praktek nyata yang harus dilakukan oleh para pemuda supaya berguna dalam dunia
dakwah ialah menjadi seorang guru ngaji yang berprestasi.
Terlebih di zaman kita ini, dimana Al-Quran mulai ditinggalkan dan digantikan
dengan tayangan-tayangan televisi yang tidak bermoral. Umat lebih tersibukkan
dengan bermacam layanan internet dan media sosial. Dan bukan tidak mungkin akan
kita dapati di sekitar kita, seorang anak dengan usia sepuluh tahun namun belum
hafal Al-Fatihah dan tidak mampu membaca Al-Quran. Lantas bagaimana ia shalat
jika sekedar surat Al-Fatihah ia tidak hafal dan lebih hafal dengan bermacam
jenis lagu dan nyanyian terbaru. Padahal ia seorang muslim, hidup di lingkungan
muslim dan di negara dengan penduduk mayoritas muslim. Lantas siapa yang harus
kita salahkan?
Tidak ada yang
perlu kita salahkan, karena semua akan berlepas tangan. Yang kita perlukan
ialah bentuk nyata berupa tindakan. Jika para orang tua lebih memilih berlepas
diri dan hanya merasa prihatin dengan lingkungan seperti itu, maka para pemudalah
yang harus bertindak. Buktikan bahwa kita tidak akan menyia-nyiakan masa muda
kita, bahkan mampu membuat perubahan bagi umat Islam.
Profesi sebagai guru
ngaji adalah kedudukan terpuji. Jangan merasa malu karena umat sangat
membutuhkan itu. Umat butuh seseorang yang mau mengajari Al-Quran, membacanya
atau menghafalnya. Terlebih jika kita adalah lulusan dari sebuah pondok
pesantren atau perguruan tinggi agama. Umat akan lebih percaya dan merasa yakin
dengan kita sebagai guru ngaji.
Jika sungkan dan
malu untuk memulai, maka mulailah dengan keluarga sendiri. Ajarkan kepada adik
dan kerabat-kerabat kita. Dengan berjalannya waktu saya yakin akan ada beberapa
anak tetangga yang ingin belajar mengaji kepada kita. Mereka ingin anak-anak
mereka mampu membaca Al-Quran. Kemudian tersebar kepada tetangga-tetangga yang
lain hingga terkumpul beberapa jumlah anak yang dapat kita ajari Al-Quran. Dan
alhamdulillah saya juga seorang guru ngaji, murid saya pertama kali
hanya satu, yaitu saudara saya. Kemudian datang tetangga sebelah rumah yang
mengantarkan anaknya untuk supaya diajari mengaji, kemudian datang tetangga
lain yang juga meminta supaya anaknya diajari mengaji, kemudian tetangga lain
dan menyebar hingga akhirnya menjadi sebuah kelompok baca Al-Quran dengan
jumlah murid lebih dari dua puluh anak. Alhamdulillah.
Mulailah mengajari
Al-Quran dari kalangan anak-anak. Selain karena daya ingat mereka yang sangat
responsif, juga karena anak-anak lebih mudah untuk kita arahkan. Terlebih jika
kita adalah remaja dengan usia muda, tentu kita akan merasa segan untuk
mengajari orang yang lebih tua dari kita. Sisipkan pula beberapa pengetahuan
tentang hukum-hukum Islam, tata cara shalat dan adab-adab Islam lainnya.
Sehingga selain cakap dalam membaca Al-Quran, murid juga faham dengan agama
Islam. Sungguh Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam
bersabda:
خيركم من تعلم القرآن وعلمه.
“Sebaik-baik orang diantara kalian ialah yang belajar Al-Quran dan
mengajarkannya.” (HR Bukhari
no.4639)
Langkah Keempat: Manjadi
Da'i di Era Globalisasi
Belum lengkap
rasanya jika kita tidak membahas peran da'i dalam dunia dakwah. Karena dakwah
sangat identik dengan da'i, begitu pun sebaliknya. Jangan bayangkan bahwa
seorang da'i harus berjenggot lebat, berjubah panjang, dan umur yang tua,
tetapi yang saya maksudkan ialah seorang pemuda di usia muda namun syarat
dengan kualitas ilmu agama yang mengagumkan dan mengabdikan dirinya sebagai
seorang da'i di jalan Allah.
Beberapa pemuda
merasa pesimis untuk mengabdikan dirinya dalam dakwah kepada Allah Subhanahu
wa Ta'ala. Hal itu wajar untuk dialami, terlebih sebagaimana kebiasaan
masyarakat kita bahwa seorang da'i harus sudah berumur. Maksudnya ialah bahwa
seorang da'i harus dari kalangan orang yang sudah berkeluarga, karena jika
seorang da'i masih berumur belia maka di sebagian masyarakat kita, hal tersebut
dianggap tabu. “Anak belum baligh kok jadi da'i.” Begitulah anggapan
sebagian masyarakat. Sehingga wajar jika para pemuda merasa pesimis untuk maju
dan menampakkan dirinya dalam dunia dakwah sebagai seorang da'i.
Karena keutamaan
da'i dalam Islam begitu agung. Cukuplah firman Allah Subhanahu wa
Ta'ala menjelaskan hal itu:
ومن أحسن قوﻻ ممن
دعى إلى الله وعمل صالحا وقال إنني من المسلمين.
“Dan siapakah
yang lebih baik daripada orang yang
menyeru kepada Allah dan beramal shalih dan berkata bahwa ia termasuk golongan
kaum muslimin.” (QS. Fushshilat:33)
Maka tidak ada
batasan umur dalam Islam untuk menjadi seorang da'i, tua-muda, miskin-kaya,
selama ia memiliki kemampuan dan bekal berupa ilmu agama untuk ia sampaikan,
maka lakukanlah. Jadilah da'i kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala.
Jangan pernah
merasa pesimis. Jika anda seorang pemuda masjid, cobalah dengan membujuk rayu
atasan anda untuk supaya anda bisa menyampaikan khutbah jumat atau menjadi
pemateri kajian-kajian mingguan. Jika anda anggota ROHIS, mintalah kesempatan
kepada ketua organisasi anda untuk diberikan waktu walau sejenak sebagai
pemateri utama pada kajian-kajian sekolah. Mintalah dengan sopan dan yakinkan
bahwa anda memang mampu untuk melakukan permintaan anda tersebut. Jika anda
seorang guru ngaji maka jadikanlah murid-murid anda sebagai pendengar
setia. Sesekali sisipkanlah kegiatan ajar anda dengan beberapa kajian tematik,
atau penyampaian kisah-kisah Islam utuk kemudian disarikan beberapa hikmah dari
apa yang telah anda sampaikan tersebut.
Begitupula profesi
lain yang anda jalani. Karena menjadi da'i tidak harus menunggu kondang dan
terkenal. Cukup sampaikan apa yang bisa anda sampaikan dari pengetahuan agama,
berupa akhlak, dan ilmu yang jelas. Jika anda sebagai karyawan kantor, jadilah
da’i mentor. Beritahu teman-teman karyawan anda tentang hukum-hukum Islam yang
berkaitan tentang pekerjaan, amanah, disiplin, dan kejujuran. Sampaikan dengan
bahasa yang tidak menggurui sehingga teman anda tidak akan merasa tersinggung.
Maka janganlah
merasa pesimis untuk menjadi da'i di era globalisasi seperti ini. Karena lahan
dan objek dakwah begitu mudah untuk kita dapati. Terlebih di zaman yang penuh
dengan kebebasan pendapat dan masyarakat yang semakin dewasa dalam berfikir.
Selama kita mampu memberikan alasan kuat atas apa yang kita sampaikan, dan
pastinya dengan cara yang sopan dan penuh persahabatan. Tentu kemungkinan
dakwah kita untuk diterima di masyarakat menjadi lebih terbuka. Maka gunakanlah
masa mudamu sebelum datang waktu tuamu. Buktikan bahwa kalangan muda mampu
memberikan yang terbaik untuk agamanya.
Langkah Kelima: Berdakwah
di Ranah Internet
Dunia saat ini
dimanjakan dengan bermacam layanan global dengan adanya internet yang
menyajikan segala jenis informasi. Banyak yang akhirnya terjerumus kedalam
gelapnya dunia internet dan beberapa mulai sadar untuk melawan balik atau
sekedar mengurangi dampak dari kerusakan moral yang diakibatkan dari internet.
Disinilah kesempatan
pemuda muslim untuk menunjukkan kemampuannya dalam dakwah di internet. Jangan
hanya menjadi penikmat ria bermacam layanan sosial dengan menyebarkan
tulisan-tulisan yang tidak bermanfaat atau status-status yang tidak berguna.
Jadikanlah internetmu sebagai ladang pahala. Gunakanlah laman status dan tweetmu
untuk menyebarkan kebaikan dan ilmu bagi sesama. Sehingga akan memperberat
timbangan amal kita di waktu pembagiannya.
Jangan kemudian
kita terjerumus dalam gelapnya dunia internet. Tapi bentengilah diri dengan
bekal iman yang kuat. Berhati-hati dalam menyentuh dan menekan laman web, dan
pilih mana yang bermanfaat dan tidak. Jika anda senang menulis maka buatlah
blog atau webset untuk menampung karya tulis anda. Tulislah artikel-artikel
yang bermanfaat bagi umat. Atau jika anda seorang programmer maka buatlah
sebuah aplikasi untuk mendalami dan mempelajari agama Islam. Dan itu semua akan
menjadi amal jariyah bagi kita. Karena dakwah tidak harus dengan penyampaian
kata dan dalil, tapi juga berupa bakti dan andil. Bakti kita bagi agama ini dan
apa andil yang telah kita berikan?
Semoga tulisan ini
menjadi inspirasi bagi para pemuda dalam menentukan kiprahnya di dunia dakwah.
Dan perlu diketahui bahwa dakwah dipenuhi dengan berbagai rintangan. Jika anda
gagal dalam menjalakan salah satu saran di atas maka janganlah merasa pesimis.
Carilah medan dan sarana dakwah yang lain dan bersabarlah diatasnya. Dan SALAM
JUANG!
Komentar
Posting Komentar