Share, Care


We Share, We Care
Don't Share!

Kepedulian sosial kita kepada oranglain maupun lingkungan sedikit-sedikit mulai terkikis. Miris rasanya mendengar nenek tua dipenjara hanya karena beberapa batang kayu lapuk. Miris rasanya mendengar seorang anak menggugat ibu kandung sendiri. Miris rasanya
membaca berita seorang siswa mengancam gurunya. Miris miris dan miris.

Hati kita terenyuh sesaat kita mendengar berita menyedihkan tersebut. Ada sedikit rasa peduli yang timbul di hati. Ingin berbuat namun bagaimana cara? Maka biarlah status facebook berbicara, atau tweet mengudara, atau sekedar copas dan share juga tak mengapa. Itulah kepedulian kita. Beberapa lainnya merasa seakan kurang sopan, maka satu like ia tambahkan. Teman sebelah seperti tidak tahu, maka satu tage ia rasa perlu. Sudah. Sebegitu saja seakan cukup.

Ternyata paragraf kedua begitu ironis. Saya lebih merasa miris dengan kepedulian sosial dan terbatas di media sosial. Saya lebih merasa miris pada orang yang peduli hanya dengan tombol like, dan tage, share dan reshare. Karena begitu murahnya kepedulian kita.

Bukan itu maksud saya. We share we care maksudnya ialah kita peduli dengan teman kita, kolega kita, saudara kita, teman maya kita dan orang di sekitar kita hanya dengan memberi tahu, dan membagi kabar. Tanpa koreksi dan mencari benar. We share berarti we care. Padahal bisa jadi we share berarti we war.

Karena ada beberapa hal yang nyatanya harus disembunyikan. Ada beberapa berita yang tidak harus semua membaca. Ada beberapa kabar yang harusnya tidak disebar. Disinilah tugas media, mencari, memilih dan memberi. Jangan asal memberi kabar jika ternyata lebih layak tidak disebar. Pilih mana yang bernilai edukasi dan mana yang hanya promosi.

Berita ga benar jangan disebar. Karena dosanya juga besar. Berita sekilas jangan langsung diulas. Karena ancamannya begitu jelas. Pilih mana yang bermanfaat buat umat. Jauhnkan mana berita bejat.

Akhirnya masyarakat kita yang gagal faham. Karena merasa peduli sesama, segala berita banci ia bagikan di wallnya. Tanpa koreksi dan tabayyun. Tanpa penjelasan sama sekali.

Bayangkan jika beritu itu hanya fitnah. Yang bersangkutan bisa langsung kerasukan. ): Bayangkan jika ternyata hoax. Kita sendiri yang jadi korban. Dibully seluruh kawan, ga tahan, langsung masuk kuburan. ); Kasihan. Yang repot kan tetangga. Mau berangkan shalat, ada pengumuman suruh ngelayat. Pie jajal?

Cukuplah bagi kita sebuah nasihat dari kekasih kita, baginda Nabi Shallallahu alaihi wa Sallam (Shalawat dulu gan!) Beliau bersabda:

Cukuplah seorang itu dianggap dusta, jika menyebarkan seluruh berita yang didengarnya.”

See You Letter..! N Always Visit on This Blogg.
Wassalam Alaikum.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
Eh Ketinggalan!

Saya teringat dengan sebuah ayat yang artinya Dan siapakah yang lebih baik agamanya daripada orang yang menyerahkan dirinya kepada Allah dan ia berbuat ihsan dan juga mebngikuti agama atau millah Ibrahim? Dan Allah menjadikan ibrahim sebagai kekasih-Nya” (An-Nisaa:125)

So. Masih kah kita ragu dan ga mau untuk menyerhakan diri kita kepada Allah? Begitu susahkah untuk memeluk Islam dan masuk surga?

Tulisan ini tidak ada kaitannya dengan poin teratas. Mungkin kesalahan yang disengaja pihak penyedia agar supaya jangan dibaca. Maksute opo rek? Ra Jelas! GaJe banget.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

ANTARA NU, WAHHABI dan SYI`I