Sumpah Demi Allah Part II
Tradisi kedua:
Yasinan.
Sebuah Prolog
Ulama dan dai negri
ini sangat inovatif dalam mencari celah supaya ummatnya rajin ibadah, tidak
sombong dan rajin menabung. Bermacam cara dilakukan tanpa melihat kembali
tujuan utama dari apa yang disampaikan, namun sekedar supaya agar banyak umat
yang mengamalkannya, bagaimanapun caran
ya, apapun bentuknya, yang penting
jumlahnya.
Jika benar dalam
cerita para wali songo, bahwa mereka berdakwah dengan tetap mengamalkan
sebagian tradisi Hindu tapi mengganti subtansi atau jauharnya dengan tahlilan,
supaya orang gemar tahlil, Yasinan supaya orang rajin baca lquran, slametan
supaya orang rajin sedekah. Yang dituju sekedar jumlahlnya, tapi tidak
memperdulikan cara dan batasanya. Memang niatnya baik, tapi caranya yang g
baik. Cara itu sangat penting dan bukan
asal-asalan, tidak sekedar banyak pengikut. Kita lihat Asbab turunya surat
alkafirun, kalo itu diijabahi oleh nabi, tentu akan banyak pengikut yang beliau
dapat. Tapi perhatian beliau lebih kepada isi dan subtansi, jauhar bukan
madzhar.
Hal yang
sebaliknya, ada dalam versi cerita para wali yang lebih memandang kepada kuantitas
bukan kualitas, saya tidak hafal satu-persatu bagaimana cara wali-wali itu
mendakwahkan agama ini kepada kita, tapi ada yang tersebut sebagaimana diatas. Seandainya
dahulu para wali itu dahulu menyampaikan islam sebagaimana adanya, tanpa
mengurangi atau menambahi, tentu dai hari ini akan lebih mudah untuk
mengingatkan para ummat. Bukan seperti sekarang ini yang seakan memulai dari awal, yang harus kembali menjelaskan
unsur pokok tauhid dari yang terkecil, menjelaskan kembali dengan detail
keharaman syirik dan bahayanya, bagaimana menjelaskan kembali hakikat ittiba`
dan konsekwensi menyelisihi nabi, itu harus dimulai dari dasar kembali, karena
masih banyak yang islamnya ternodai kesyirikan, dan atau ibadanya terkotori
kebid`ahan.
Saya bukan
menyepelekan usaha dakwah para wali yang telah behasil mengislamkan jutaan umat
di Nusantara, jika diukur tentu pahalanya tidak ada seberapanya dengan usaha
kita. Tapi suatu kesalahan tetaplah harus diluruskan supaya tidak dianggap
benar, bedakan urusan pahala dengan sikap kita menghadapi kesalahan. Bahkan
jika mau dengan pedas dikatakan `penjajahan (ideologi) yang dilakukan para
wali, itu lebih berbahaya dari penjajahan fisik maupun ideologo yang dilakukan
oleh Belanda dan lainnya.` Penjajahan Belanda hanya berlangsung 300san tahun
yang dampaknya sudah tidak bisa kita lihat hari ini, namun dampak dari dakwah
para wali tersebut berlangsung hingga hari ini dan masih susah untuk diobati.
Saya jadi teringat dengan yang ternukil dari Bung Karno bahwa berperang melawan
bangsa sendiri lebih sulit daripada mengahadapi musuh dari negara lain.
Bangsa lain yang
kafir itu jelas semua orang bisa membedakannya, tapi musuh dalam selimut, siapa
yang tahu? Bajunya sama, sarungnya sama, kopiahnya sama, jenggot dan kulitnya
sama, tapi apa yang dibawanya ini sedikit sekali yang mengerti.
Oke. Mari kita
kupas tentang Yasinan. Saya akan tengarai dengan nomor supaya lebih mengena.
Pembahasan yasinan
tidak beda jauhnya dengan tahlilan, pitonan, slametan dll, yang kesemuanya
terdapat bermacam sunnah nabi. Hanya yang sedikit menarik ialah sebuah hadits
yang menganjurkan dibacanya surat Yasin ‘iqrauu `ala mautaakum Yaasin.`
Sebagai seorang
muslim, tentu tidak akan sembarangan dalam mengamalkan sebuah amalan yang
dianggapnya sebagai ibadah, harus memiliki ilmu yang meyakinkanya untuk
dijidikan sebagai sandaran utama dari sebuah amal ibadah, sehingga ada slogan
`ilmu sebelum perkataan dan perbuatan.`
1. 1. Dalam hal ini Yasinan, jika ada sumber yang valid
sebagai rujukan untuk membenarkan yasinan tersebut, mari kita terima bersama.
Tapi jika sumber yang ada itu keruh dan buthek, perlu ada sterilisasi supaya
jernih kembali. Pertanyaanya apakah benar hadits tersebut bersumber dari nabi?
Atau hanya inspirasi dari pelaku yasinan itu sendiri, kemudian disebarkan dari
mulut ke mulut dan tertulis dalam kutub hadits.
Saya tidak bisa
membawakan sumber untuk melemahkan hadits tersebut secara tertulis disini
dikarenakan bermacam hal, tapi saya juga meragukan pensahihan hadits tersebut,
apakah itu sekedar hadits yang tertulis dalam kitab-kitab hadits tanpa ada
penyebutan shahih dan tidaknya, karena bisa jadi hal tersebut dianggap hadits
namun setelah diteliti perawian dan sanad hadits tersebut tidak sampai kepada
Nabi, sehingga menyebabkan kecacatan pada hadits tersebut, baik itu dhaif,
lemah, palsu atau lainnya yang tidak bisa begitu saja untuk dijadikan sebagai
dalil sebuah amalan, apalagi banyak para hadits serupa yang dilemahkan para
ulama dibidangnya.
2. 2. Dan mengenai pemahaman dari hadits tersebut
diatas, apakah benar yang dibacakan yasin itu orang yang sudah meninggal atau
yang masih hidup? Karena ternyata `mautakum` disini dimaksud ialah orang yang
hidup, sejalan dengan hal itu adalah hadits shahih dari nabi yang berbunyi
‘’laqqinuu mautaakum la ilaaha illallah” kalmat `mautakum disini ialah yang
masih hidup, yaitu yang dalam keadaan sekarat, karena jika diartikan yang telah
mati, tentu tidak akan berguna kata TALQIN disini, karena orang mati tidak bisa
mendengar apa yang kita ucapkan, sehingga orang mati tidak perlu ditalqin
seperti kebanyakan yang dilakukan oleh masyarakat kita.
Itu dari sisi
hadits itu sendiri, belum dari kaifiyyah Yasinan itu bagaimana dan seperti apa.?
3. 3. Jika Yasin itu dibacakan dengan maksud dikirimkan
kepada mayit, benarkah hal itu sampai kepadanya? Apakah si mayit mendengarnya?
Tentu tidak, yang sampai bukan bacaanya atau pahala orang-orang yang
membacakannya, sesuai dengan firman Allah, “walaa taziru waaziratun wizra
ukhra” -seorang tidak menanggung amalan yang lainnya- Kecuali anaknya, maka
amalan sholeh yang dilakukan seorang anak sampai kepada orang tuanya tanpa
harus mengkhususkan `ini untuk orang tuaku.`
4. 4. Sekali lagi, jika itu dimaksudkan mendoakan orang
mati, kenapa harus hari jumat?
Mendoakan orang
mati bisa kapan pun, tidak harus malam jumat, juga dimana pun, tidak harus di
kuburan. Bahkan salah orang yang berziarah kemudian berdoa disisinya atau
bahkan berdoa kepadanya. Ziarah itu dimaksudkan bukan mendoakan tapi mengingat
kematian, karena mendoakan mayit bisa kapan pun, telebih pada waktu2 ijabahnya
doa, dan juga dimanapun, terlebih dimasjid, atau bahkan raudhah. Maka sama
dengan tahlilan, termasuk kesalahan yasinan ialah takhsis pengkhususan hari
Jumat, sedang hari jumat ada amalan lain yang disyariatkan, haditsnya shahih
sehingga yakin untuk diamalkan, yaitu membaca surat alKahfi. Tapi yang terjadi
alkahfi ditinggalkan yasinan dikerjakan.
5. 5. Jika tidak dimaksudakan untuk mendoakan orang
mati, kenapa harus surat Yasin.?
Kenapa harus surat
Yasin dan bukan yang lainnya? Al Baqarah mungkin yang jelas fungsi dan
fadhilahnya, yaitu setan ga bakalan masuk rumah si empunya.
Lha kenapa harus
surat yasin? Ya kan dalilnya tadi diatas. Berarti itu mendoakan mayit, kalo
perkaranya mendoakan mayit, maka silahkan kembali ke nomor 4.
Epilog:
- Sebagaimana ente ga
ganti doa masuk wc dengan doa mau makan, maka surat Yasin juga ga bisa diganti
dengan sembarangan.
1.
2. 1. Doa masuk wc itu sudah ditetapkan oleh nabi,
begitu juga doa mau makan. G bisa seenak udel diganti atau diwolak-walik,
bahkan nanti akan ada bid`ah yang lain.
Berbeda dengan
Surat Yasin, yang menetapkan siapa, yang menganjurkan siapa? Maka tidak bisa
diqiyaskan mengganti surat yasin dengan surat lainnya dengan mengganti doa
masuk wc dengan doa mau makan, ini namanya qiyas ma`al fariq, mengqiyaskan
dengan sesuatu yang tidak berkaitan satu sama lainnya.
Komentar
Posting Komentar